BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Peran Remunerasi pada Kinerja Aparatur dilingkungan
pemerintahan Riau Kota Pekanbaru yang diterapkan oleh salah satu organisasi
publik di Indonesia melalui program pemberian remunerasi pada kinerja aparatur dengan
lokus penelitian di Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Pekanbaru. Tema ini penting untuk dikaji karena dua alasan.Pertama,
secara teoritis remunerasi merupakan komponen dari kesejahteraan yang diterima
oleh pegawai, remunerasi bisa dijadikan sebagai unsur motivasi bagi pegawai
untuk berprestasi Handoko, at.al dalam Hasibuan (2012:118).
Oleh karena itu setiap organisasi berusaha untuk
merancang sistem pemberian remunerasi yang tepat agar motivasi dan kinerja
pegawai dapat meningkat. Salah satu sistem pemberian remunerasi tersebut adalah
program remunerasi berbasis kinerja (merit pay), Kopelmandkk,
1991).Remunerasi berbasis kinerja adalah sistem pembayaran yang mengkaitkan
imbalan (reward) dengan prestasi kerja (performance). Implikasi
dari konsep tersebut adalah bahwa seseorang yang berkinerja baik maka akan
memperoleh imbalan yang lebih tinggi dan begitu pula sebaliknya. Artinya,
semakin tinggi kinerja yang diraih pegawai akan semakin tinggi pula imbalannya.
Dengan demikian jika sistem ini dapat diterapkan secara efektif
maka akan berdampak positif bagi organisasi karena akan dapat meningkatkan
kinerja serta kepuasan kerja pegawai. Tetapi yang menjadi persoalan adalah,
apakah sistem remunerasi berbasis kinerja benar-benar meningkatkan kinerja serta
memberikan kontribusi yang tinggi bagi produktivitas kerja pegawai atau tidak.
Dari perspektif teoritis, remunerasi berbasis kinerja merupakan
gagasan yang inovatif karena sistem remunerasi berbasis kinerja memungkinkan
organisasi mendorong tingkat rata-rata motivasi kerja individu, meningkatkan
pencapaian yang berorientasi individu dan mempertahankan penilaian yang tinggi
bagi karyawan yang memiliki kinerja tinggi Kopelmen, et.al dalam
Brookes(1993).Masalah utama dari program remunerasi berbasis kinerja (merit
pay) adalah pada desain atau penerapannya yang tidak efektif, McGinty dan Hanke
(1992). Studi yang dilakukan oleh Wilkerson (1995:40-45) juga menyatakan bahwa
meskipun sistem pembayaran berdasarkan kinerja secara substansial dapat
meningkatkan produktivitas, desain dan implementasi yang jelek dapat menekan
potensi efektivitasnya. Kemudian, riset Lowery, at.al (1996) terhadap 8000
karyawan, mengungkapkan bahwa ternyata 4.788 responden setuju terhadap program
remunerasi berbasis kinerja, tetapi mengeluhkan masalah implementasinya.
Reformasi birokrasi di Indonesia dilakukan dalam rangka
meningkatkan kualitas pelayanan publik. Reformasi birokrasi dilakukan dalam
bentuk penataan organisasi, prosedur kerja dan penentuan ukuran-ukuran
keberhasilan kinerja. Adapun salah satu langkah untuk mereformasi birokrasi
adalah dengan melaksanakan program remunerasi berbasis kinerja (performance
based remuneration). Berdasarkan uraian tersebut,
peran remunerasi berbasis kinerja ternyata menjadi faktor utama penentu
keberhasilan dan kegagalan program reformasi birokrasi, sehingga berangkat dari
hal tersebut penulis ingin mengkaji Peran remunerasi berbasis kinerja
sebagai sebuah program yang saat ini sedang hangat diterapkan sebagai salah
satu program unggulan dalam kebijakan reformasi birokrasi di Indonesia.
Dalam program remunerasi berbasis kinerja diharapkan tidak ada lagi
berbagai keluhan pelayanan masyarakat terhadap buruknya kinerja aparatur.
Program remunerasi berbasis kinerja akan mempertegas mekanisme reward and
punishment. Remunerasi diberikan kepada para pegawai karena pegawai
merasa tidak dapat bekerja dengan tenang karena penghasilannya jauh dari
memadai. Oleh karena itu, dengan diterapkannya sistem reward pada
organisasi publik, persoalan rendahnya kinerja karena minimnya penghasilan
seharusnya tidak muncul lagi ke permukaan. Prinsip dasar remunerasi berbasis
kinerja adalah adil dan proporsional. Kalau kebijakan masa lalu menerapkan pola
sama rata (generalisir), sehingga dikenal adanya istilah PGPS (pintar
goblok penghasilan sama), maka dengan kebijakan remunerasi berbasis kinerja,
besar penghasilan (reward) yang diterima oleh seorang pegawai akan
sangat ditentukan oleh bobot dan harga jabatan yang disandangnya serta kinerja
yang telah dicapainya.
Hal tersebut juga diperkuat dengan Undang-undang (UU) No. 43 tahun
1999 tentang Kepegawaian yang menyatakan bahwa sistem penggajian PNS di
Indonesia adalah berdasarkan merit system. Sebagaimana diatur dalam UU
No. 43 Tahun 1999 pasal 7 ayat 1 yaitu setiap pegawai berhak memperoleh gaji
yang adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggungjawabnya.
Selanjutnya pada ayat 2 ditegaskan bahwa gaji yang diterima oleh pegawai harus
mampu memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraannya.
Berdasarkan
Undang – undang No.17 tahun 2007 mengenai rencana pembangunan nasional jangka
panjang tahun 2005 – 2025 dan juga pada peraturan Menteri Negara PAN,
No.PER/15/M.PAN/7/2008 mengenai pedoman umum reformasi birokrasi. Berdasarkan
pedoman dan peraturan tersebut, Kebijakan Remunerasi ditujukan kepada seluruh
Pegawai Negeri Sipil di seluruh instansi pemerintah di Indonesia. Penerima
kebijakan ini dikelompokkan ke dalam tiga
kategori, yaitu Kelompok pertama yang menjadi prioritas utama, yaitu semua
Pegawai Negeri Sipil di instansi pemerintahan di Bidang Hukum, badan Pengelola
dan Pengawas Keuangan Negara, serta Lembaga Penertipan Aparatur Negara., Prioritas kedua
kebijakan ini adalah seluruh pegawai negeri sipil pada instansi pemerintahan
yang bekerja di bidang ekonomi, sistem produksi, serta instansi pemerintahan
yang mengelola sumber penghasilan negara dan instansi yang memberikan pelayanan
terhadap masyarakat secara langsung, seperti Pemda. Prioritas ketiga adalah
semua instansi kementrian dan lembaga pemerintahan lainnya yang tidak termasuk
ke dalam prioritas pertama dan kedua.
Tahapan
pelaksanaan Program Remunerasi di Indonesia saat ini telah mencapai tahap
ketiga meskipun setiap instansi sampai saat ini belum merata secara keseluruhan
menerima Remunerasi artinya pelaksanaan program remunerasi tersebut memerlukan
proses yang lama sehingga seluruh pegawai bisa menerima remunerasi sesuai
dengan kinerjanya. Data mengenai
tahapan dan kementerian/lembaga yang telah memperoleh remunerasi dapat dilihat
dalam (http://www.jpnn.com). Observasi awal penulis menemukan salah satu komentar dari
sekelompok pelanggan yang mengeluhkan pelayanan pengurusan KTP yang harus
menunggu penyelesaian sampai 3 bulan.
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat digambarkan bahwa pegawai di Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Pekanbaru tersebut belum
menyadari tugas dan kewajibannya dengan baik. Itu artinya pegawai tersebut
belum menunjukkan kinerja yang baik dalam bekerja melaksanakan pelayanan yang
sudah menjadi tugas pokoknya sebagai PNS. Padahal Program remunerasi kinerja
bagi peningkatan kinerja pegawai di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
(Disdukcapil) Kota Pekanbaru telah diterapkan.
Dugaan awal penulis, Remunerasi berbasis kinerja yang sudah
diberikan belum mampu meningkatkan kinerja pegawai di Dinas Kependudukan dan
Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Pekanbaru, padahal sebagai PNS mereka
diharapkan dapat memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Sementara
fakta di lapangan sangat kontras dengan itu. Observasi awal penulis juga
menemukan keluhan seorang pelanggan lain yang berkaitan dengan rendahnya kesadaran
yang mengakibatkan ketidakpuasan pelayanan yang diterima oleh pelanggan sebagai
pengguna layanan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota
Pekanbaru. Ini artinya kinerja pegawai tersebut dalam
melaksanakan pekerjaan masih harus ditingkatkan guna pelaksanaan fungsi dan
tugas di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota
Pekanbaru yang lebih efektif.
Faktanya, Peran Remunerasi berbasis kinerja sebagai
bagian dari reformasi birokrasi belum mampu meningkatkan kinerja pegawai di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Pekanbaru. Kemudian pertanyaannya adalah apa yang terjadi
dengan penerapan reformasi birokrasi melalui pemberian remunerasi kinerja di
Dinas Kependudukn dan Catatan Sipil (Disdukcapil) tersebut? hal ini yang menjadi alasan mengapa penelitian
ini dilakukan.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan
masalah dalam karya ilmiah ini yaitu :
1.
Bagaimana Peran
Remunerasi pada Kinerja Pegawai di Lingkungan Dinas Kependudukan dan Catatan
Sipil (Disdukcapil) Kota Pekanbaru?
2.
Apakah Remunerasi
sudah dapat meningkatkan kinerja PNS dalam pemberian pelayanan kepada
masyarakat ?
C.
Tujuan Penelitian
Adapun
tujuan diadakannya penelitian ini adalah
1.
Menjelaskan dan Mendeskripsikan peran remunerasi
pada pegawai di Lingkungan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil)
Kota Pekanbaru dalam rangka Reformasi Birokrasi.
2.
Menganalisis Remunerasi dalam peningkatan
kinerja Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
(Disdukcapil) Kota Pekanbaru dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat.
D.
Manfaat Penulisan
Manfaat
yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain :
1.
Manfaat
Teoretis
a.
Penelitian ini
akan memberikan pemahaman yang lebih baik terhadap teori peranan program
remunerasi di organisasi publik, karena melalui penelitian ini dimungkinkan
untuk menambah sudut pandang baru bagi teori tersebut.
b.
Penelitian ini
akan menguji kesesuaian antara teori peranan program remunerasi berbasis
kinerja dengan praktek yang terjadi di lapangan. Praktek di lapangan seringkali
berbeda dengan teori yang ada sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.
Penelitian ini melengkapi penelitian terdahulu. Dengan penelitian ini berbasis
kinerja akan bertambah sehingga akan menambah referensi bagi kegiatan akademik.
Penelitian ini juga dapat menjadi pijakan untuk penelitian-penelitian
berikutnya.
2. Manfaat Praktis
a.
Penelitian ini
dapat menjadi bahan masukan bagi di Lingkungan Dinas Kependudukan dan Catatan
Sipil (Disdukcapil) Kota Pekanbaru untuk mengevaluasi pelaksanaan remunerasi
dalam peningkatan pelayanan terhadap masyarakat.
b.
Penelitian ini
dapat menjadi bahan masukan bagi organisasi public dalam mengimplementasikan
program remunerasi berbasis kinerja dalam rangka pelaksanaan reformasi
birokrasi.
BAB II
LANDASAN
TEORI
A. Remunerasi
Menurut
Hasibuan (2012) remunerasi merupakan semua pendapatan yang berbentuk uang,
barang langsung atau tidak langsung yang diterima pegawai sebagai imbalan jasa
yang diberikan kepada perusahaan. Sikula (1981) dalam Hasibuan (2012:118)
mencoba memberikan pengertian remunerasi sebagai segala sesuatu yang
dikonstitusikan atau dianggap sebagai suatu balas jasa atau ekuivalen. Werther
dan Davis (1982:278 ) mendefinisikan bahwa, “Compensation is what employee
receive ini exchange of their work. Whether hourly wages or periodic salaries,
the personnel department usually designs and administers employee
compensation‟.Flippo dalam Hasibuan (2012:118) juga menyatakan bahwa.“
wages is defined as the adeguate and equitable renumeration of personnel for
their constribution to organizational objectives”.
Berdasarkan
pendapat-pendapat yang telah disampaikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
kompensasi (remunerasi) adalah segala sesuatu yang diberikan oleh organisasi
yang dikonstitusikan sebagai suatu balas jasa atas pekerjaan yang telah
dilakukan karyawan. Dalam panelitian ini terminologi karyawan yang dimaksud
adalah PNS, maka remunerasi adalah segala sesuatu yang diberikan oleh Negara
yang dikontitusikan sebagai suatu balas jasa atas pekerjaan yang telah
dilakukuan oleh PNS.
Dessler
dalam Dharma (1986:30) mengemukakan bahwa remunerasi pegawai memiliki tiga
komponen. Ketiga komponen tersebut meliputi:
1.
Pembayaran uang secara langsung (direct
financial paymet),
2.
Pembayaran tidak langsung (indirect payment),
dan
3.
Ganjaran non financial (nonfinasial rewards).
Berdasarkan
ketiga komponen remunerasi ini disimpulkan bahwa remunerasi adalah setiap
imbalan yang berupa imbalan ekstrinsik maupun imbalan intrinsic yang diberikan
kepada pegawai sebagai balasan atas apa yang dikerjakannya, sehingga secara
logis menimbulkan motivasi yang tinggi bagi pegawai untuk menimbulkan kinerja
yang produktif dalam rangka pencapaian tujuan organisasi.
Casmiwati
(2011:238) mengidentifikasi jenis-jenis remunerasi yang oleh PNS anatar lain
adalah gaji pokok, tunjang, pensiun, cuti,perawatan, tunjangan cacat, uang
duka, pengobatan, perawatan dan rehabilitas, rumah dinas,serta kendaran dinas.
Selanjutnya Thoha (http://www.ipdn.ac.id) juga mengemukakan jenis-jenis
kesejahteraan yang diterima oleh aparatur pelayan publik adalah gaji pokok,
tunjangan, remunerasi, honorium, insentif, batuan uang muka, batuan transport,
dan lain-lain. Kecuali itu, Siagian (2002:174) mengemukakan bahwa pemberian
kompensasi kepada pegawai terdiri dari emapat jenis,yaitu:
1.
Upah dan gaji
2.
Insentif
3.
Pemanfaatan bantuan dan jasa-jasa perusahan
4.
Perlindungan bagi pegawai.
Pemberian
kompensasi kepada pegawai tentu mengandung maksud atau tujuan tertentu dari suatu
instansi mampun pegawai itu sendiri dalam mencapai tujuan. Handoko
(1987:156-157) mengemukakan bahwa tujuan kompensasi anatara lain:
1.
Memperoleh pegawai yang berkualitas
2.
Mempertahankan para pegawai yang ada sekarang
3.
Menjamin keadilan
4.
Menghargai perilaku yang diinginkan
5.
Mengendalikan biaya
6.
Memenuhi peraturan legal.
Menurut
(Handoko, 1987: 158) pemberian kompensasi kepada pegawai tergantung dari
kebijakan dan peraturan pemerintah serta instansi tempat bekerja.
Pemberlakuan
kompensasi tidaklah mudah, banyak hambatan yang akan mempengaruhi kebijakan
tersebut, anatara lain adalah:
1.
Suplay dan permintaan tenaga kerja, beberapa
jenis pekerjaan mungkin harus dibayar lebih tinggi dari pada yang ditunjukan
oleh nilai relatifnya karena kondisi desakan pasar.
2.
Serikat pegawai. Lemah kuatnya serikat pegawai
sangat pengaruhi untuk menggunakan kekuatan dalam penetuan tingkat kompensasi.
3.
Produktivitas. Faktor ini lebih mengutamkan
laba untuk membuat suatu perusahaan tetap bertahan dan dapat membayar upah
pekerjaanya, dan factor ini tidak berlaku bagi organisasi pemerintah.
4.
Kesediaan untuk membayar besar pembarian
kompensasi pada factor ini sangat berhubungan dengan kualitasn pegawai baik
segi pendidikan dan pengalaman.
5.
Kemampuan untuk membayar. Kemampuan untuk membayar
kompensasi sangat tergantung dari laba yang diperoleh perusahaan, sedangkan
instaansi pemerintah sangat tergantung dari alokasi dana pemerintah.
6.
Berbagai kebijaksanaan pengupahan dan
penggajian. Bagi instasi pemerintah, factor ini sangat ditentukan oleh
kebijakan pemerintah dalam menerapkan system kompensasi bagi pegawai.
Menurut Samsudin (2006)
berpendapat bahwa tujuan pemberian remunerasi antara lain sebagai berikut:
1.
Pemenuhan
Kebutuhan Ekonomi
Pegawai menerima kompensasi berupa gaji, upah, atau
bentuk lain adalah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi.
2.
Menunjukkan
Keseimbangan dan Keadilan
Ini berarti pemberian remunerasi berhubungan dengan
persyaratan yang harus dipenuhi oleh pegawai pada jabatan yang ia duduki,
sehingga tercipta keseimbangan antara input dan output.
3.
Memajukan
Lembaga atau Perusahaan
Semakin berani suatu lembaga memberikan remunerasi yang tinggi
dapat dijadikan tolok ukur bahwa semakin berhasil
lembaga tersebut membangun prestasi kerja pegawainya, karena pemberian
remunerasi yang tinggi hanya mungkin dilakukan apabila lembaga tersebut
memiliki pendapatan yang cukup tinggi dan mau memberikan remunerasi yang tinggi
pula dengan harapan akan semakin maju lembaga tersebut.
4.
Meningkatkan
Produktivitas Kerja
Pemberian Kompensasi yang makin baik akan dapat
mendorong pegawai bekerja lebih produktif.
Pengukuran besar kecilnya remunerasi dapat dilihat dari
komponen remunerasi yang diterapkan dalam instansi tersebut. Adapun komponen
remunerasi yang diterapkan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tuban yaitu
sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 10/PMK.02/2006 tentang Pedoman
Penetapan Remunerasi Bagi Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas dan Pegawai Badan
Layanan Umum, remunerasi di artikan sebagai bentuk imbalan atau balas jasa
kepada pegawai yang berupa gaji, honorarium, tunjangan, insentif, bonus,
pesangon dan pensiun.
B.
Remunerasi berbasis Kinerja
Menurut Racmawati (2007: 217) remunerasi
berbasis kinerja (merit pay) merupakan pembayaran imbalan (rewad)
yang dikaitkan dengan jasa atau prestasi kerja (kinerja) mampun manfaat yang
telah diberikan pegawai kepada organisasi. Secara sederhana remunerasi berbsasi
kinerja merupakan sistem pembayaran yang mengkaitkan (rewad) dengan
prestasi kerja (performance) pegawai. Berdasarkan pendapat tersebut,
dapat diartikan bahwa apabila didalam organisasi menggunakan prinsip tersebut,
seseorang yang memiliki kinerja yang lebih baik akan memperoleh imbalan yang
lebih tinggi pula sebaliknya. Sehingga dapat dikatakan bahwa dengan sistem
remunerasi berbasis kinerja, semakin tinggi kinerja yang diraih seorang pegawai
semakin tinggi pula imbalan yang akan didapat.
Penilaian kinerja pegawai merupakan syarat yang
harus dilakukan manejemen agar merit pay (remunerasi berbasis kinerja)
dapat diterapkan dengan baik, sebab asumsi umum dalam ilmu ekonomi bahwa
remunerasi berbasis kinerja merupakan pembayaran imbalan kepada pegawai yang
memiliki kinerja tinggi serta pemberian insentif untuk kelanjutan kinerja yang
baik. Untuk mengetahui kinerja pegawai tesbut tinggi atau rendah diperlukan
penilaian yang baik dari pihak pimpinan organisasi. Jika sistem penilaian tidak
baik, maka penerapan remunerasi berbasis kinerja juga tidak akan efektif. Jadi
salah satu kunci bekerjanya sistim remunerasi berbasis kinerja akan tergantng
pada seberapa baik sistem penilaian kinerja (performance appraisal)
dalam organisasi tersebut (Brookes, 1993). Hal ini juga diperkuat oleh pendapat
Wilkerson (1995) yang mengungkapkan bahwa kebanyakan penilaian kinerja selama
ini tidak biasa diterima karena memiliki kelemahan, yaitu:
1.
Pekerja staf, manager, diikat banyak sistem,
proses, dan orang akan tetapi focus penilaian yang bersifat individual bukan
sebagai suatu sistem dalam suatu organisasi.
2.
Penilaian kinerja menganggap sistem dalam
organisasi tersebut konsisten dan dapat diprediksi. Padahal dalam kenyataan
sistem dan proses merupakan subyak yang dapat berubah karena secara sadar
manajemen harus melakukan perubahan sesuai dengan kemampuannya serta tuntuan
bisnis.
3.
Penilaian kinerja menurut persyaratan proses
penilaian yang obyektif, konsisten dapat dipercaya serta adil, tetapi disisi
lain penilaian didasarkan favoritisme.
Menurut Rachawati (2007: 221), penerapan sistem
remunerasi yang berbasis kinerja akan memiliki dampak positif bagai pegwai
karena dapat meningkatkan kinerja serta kepuasan kerja, namun dalam prakteknya
banyak mengalami kendala yang berkaitan dengan:
1.
Penjabaran dan penilaian kinerja pegawai yang
baik, hal ini disebabkan karena adanya perubahan sifat-sifat kerja yang
dilaksankan pegawai, sifat multidimensional kerja (pekerjaan semakin kompleks),
penerapan teknologi baru di tempatkan, dan kurangnya pelatihan manajerial
mengenai kinerja yang baik.
2.
Kesulitan dalam mengidentifikasi imbalan yang
bernilai bagi pegawai, karena untuk mengidentifikasi imbalan bagi pegawai perlu
dilakukan dengan dua tahap yaitu dengan mengelompokkan jens imbalan baik
imbalan intrinsik dan imbalan ekstrinsik.
3.
Kesulitan dalam menciptakan keterkaitan atau
keselarasan yang kurang tetap antara imbalan dengan kinerja. Hal ini berkaitan
dengan kegagalan menciptakan keselarasan antara desain imbalan dengan kinerja
pegawai terciptanya keselarasan yang kurang tepat, terdapat sebagian pegawai
terutama level buruk tidak menginginkan imbalan yang sesuai dengan kinerja yang
dicapainya, atau kelahan dalam memahami laporan, penilaian kinerja (performance
appraisal).
Menurut Rachmawati (2007) program remunerasi
berbasis kinerja didukung secara luas penerapannya, namun hanya sedikit bukti
bahwa keberadaannya efektif. Hal tersbut disebabkan karena terdapat
masalah-masalah yang dihadapi oleh organisasi dalam menerapkan sistem
remunerasi berbasis kinerja, menurut (McGinty dan Hanke 1992) masalah tersebut
antara lain:
1.
Kesulitan dalam mendefinisikan dan mengukur
kinerja individu.
2.
Tidak tepatnya proses penilain yang berkaitan
dengan sistem remunerasi berbasis kinerja.
3.
Kesenjangan kepercayaan dan kerja sama antara
pimpinan dan staf.
4.
Remunerasi berbasis kinerja relative tidak
cukup untuk pegawai yang menggunakan base pay.
5.
Skeptisme para pegawai dimana pembayaran mereka
dikaitkan dengan kinerja.
Namun diantara kendala
tersebut, terdapat pendapat lain yang mengatakan bahwa penerapan remunerasi
berbasis kinerja bagi pegawai dipandang cukup adil, sebab pegawai diberi
imbalan yang berbeda sesuai dengan prestasi kerja yang diraihnya. Pegawai yang
menghasilkan kinerja tinggi akan pemperoleh tambahan pengasilan yang lebih
tinggi dibandingkan pegawai-pegawai yang mempeoleh level kinerja dibawahnya.
Hal tersebut dapat diartikan agar dapat memperoleh tambahan penghasil lebih,
maka pegawai harus terlebih dahulu berprestasi.
Apabila sistem
remunerasi berbasis kinerja dapat diterapkan secara efektif maka akan memiliki
dampak positf bagi organisasi karena dapat meningkatkan kinerja serta kepuasan
pegawai. Brookes (1993) mengemukakan bahwa secara teoritik remunerasi berbasis
kinerja merupakan ide yang baik dan kebanyakan praktisi dan akademisi juga
menyetujui hal itu. Selanjutnya pendapat tersebut juga diperkuat oleh Kopelmen et.al.
(1991) yang mengungkap bahwa dengan sistem remunerasi berbasis kinerja memungkin
sebuah organisasi untuk:
1.
Mendorong
tingkat rata-rata motivasi sebuah organisasi
2.
Meningkatkan
pencapaian yang beorientasi individual
3.
Mempertahankan
penilaian yang tinggi bagi pegawai yangmiliki kinerja tinggi.
Dalam riset Basset (1994)
mengemukakan bahwa penggunaan imbalan sebagai motivasi kinerja memiliki tingkat
ketidak pastian tinggi sebagai konsistensi dari outcome. Penyesuaian
imblan berdasarkan kebijakan pay for performence dariperbedaan pemberian imbalan yang mengikat tidak secara
konsisten memotivasi kinerja yang tinggi pegawai harus palsu mengaikan usaha
dengan imbalan dalam cara yang menciptakan harapan bahwa usahanya harus
diharagai untuk kenaikan pembayaran imbalan menjadi adil.Mcginty dan Hanke
(1992) juga mengungkapkan bahwa masalah utama dari program remunerasi berbasi
kinerja adalah banyak desainnya tidak baik atau penerapannya tidak efektif,
serta tambahan dengan hasil survey mereka yang menunjukkan bahwa kebanyakan
pekerja tidak menujukan banyak hubungan antara imbalan yang mereka terima
dengan seberapa baik hasil kerja mereka. Kebanyakan para pegawai diperlukan
sama, artinya mereka diberi imbalan hanya didasarkan semata-mata pada waktu
yang dihabiskan untuk bekerja.
Untuk menghindari
kegagalan dalam penerapan sistem remunerasi berbasis kinerja (merit pay)
Shuler dan Jackson (1999) menganjurkan agar sebelum menerapakan sistem imbalan
berdasarkan kinerja perlu melekukan penilaian yang mendalam terhadap pertanyaan-pertanyaan
sebagai berikut:
1.
Apakah
pembayaran dinilai oleh pegawai.
2.
Apakah
sasaran yang akan dicapai oleh sistem imbalan berdasarkan kinerja.
3.
Apakah
nilai-nilai organisasi menguntungkan bagi sistem imbalan berdasarkan kinerja.
4.
Dapatkah
kinerja diukur secara akurat.
5.
Seberapa
sering kinerja diukur dan dievaluasi.
6.
Tingkat
kesatuan apa (individu, kelompok atau organisasi) yang akan digunakan untuk
mendistribusikan imbalan.
7.
Bagaimna
bayaran akan dikaitakn dengan kinerja (misalnya: melalui peningkat jasa, bonus,
komisi, atau insentif).
8.
Apakah
organisasi mempunyai sumber keanggaran yang memandai untuk membatu agar
pembayaran berdasarkan kinerja bermakana.
9.
Tahap-tahap
apa saja yang akan ditempuh untuk memastikan bahwa pegawai dan organisasi punya
komitmen terhadap sistem.
10. Serta tahap-tahap apa yang akan ditempuh untuk memantau
dan mengendalikan sistem itu.
Menurut Ruky (1996), agar penilain kinerja dapat
dilaksanakan dengan baik diperlukan motode yang memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
1.
Yang
diukur adalah benar-benar prestasi dan bukan factor-faktor lain, seperti yang
menyakut pribadi seseorang.
2.
Menggunakan
tolak ukur yang jelas dan yang pasti menjamin bahwa pengukuran itu bersifat
objektif.
3.
Dimengerti,
dipahami dan dilaksankan sepenuhnya oleh semua anggota organisasi
4.
Dilaksanakan
secara konsisten, dan didukung sepenuhmnya oleh pimpinan puncak organisasi.
Sistem remunerasi akan mempengaruhi sikap dan perilaku setiap
individu yang tercermin pada kepuasan kerja, motivasi dan identifikasi
organisasi. Identifikasi orgaisasi akan mempengaruhi kepuasan kerja, motivasi
individu, perilaku pegawai dalam melaksanakan tugas atau
pekerjaan,perilakuorganisasi dan perilaku individu sebagai anggota organisasi.
Selanjutnya kepuasan kerja akan mempengaruhi perilaku sebagai anggota
organisasi, sedangkan motivasi akan berpengaruh terhadap perilaku dalam
melaksanakan pekerjaan atau melaksanakan tugas. Seberapa besar pengaruh system
pemberian remunerasi terhadap kepuasan kerja, motivasi berprestasi dan
peningkatan kinerja pegawai yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja
organisasi.
C. Kinerja
Pegawai
Secara
etimologi, kinerja berasal dari kata prestasi kerja (performance).
Sebagaimana dikemukakan oleh Mangkunegara (2005) dalam Trinaningsih (2007)
bahwa istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual
performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai
seseorang) yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya. Kinerja dibedakan menjadi dua, yaitu kinerja individu dan
kinerja organisasi. Kinerja individu adalah hasil kerja karyawan baik dari segi
kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan,
sedangkan kinerja organisasi adalah gabungan dari kinerja individu dengan
kinerja kelompok (Mangkunegara, 2005)
dalam (Trinaningsih, 2007). Menurut Gibson et al. (1996) dalam
Trinaningsih (2007) menyatakan bahwa kinerja karyawan merupakan suatu ukuran
yang dapat digunakan untuk menetapkan perbandingan hasil pelaksanaan tugas,
tanggung jawab yang diberikan oleh organisasi pada periode tertentu dan relatif
dapat digunakan untuk mengukur prestasi kerja atau kinerja organisasi.
Bonner
dan Sprinkle (2002) dalam Nadhiroh (2010) menyatakan bahwa ada tiga variabel
yang dapat mempengaruhi kinerja, yaitu: variabel orang, variabel tugas, dan
variabel lingkungan. Variabel orang termasuk atribut yang dimiliki seseorang
sebelum melakukan tugas seperti konten pengetahuan, pengetahuan organisasi,
kemampuan, kepercayaan diri, gayakognitif, motivasi intrinsik, nilai-nilai
budaya. Variabel tugas termasuk faktor-faktor yang bervariasi baik di dalam
maupun di luar tugas, seperti kompleksitas, format presentasi, pengolahan dan
respon modus siaga. Sementara itu, variabel lingkungan meliputi semua kondisi,
keadaan, dan pengaruh di sekitar orang yang melakukan tugas tertentu, seperti
tekanan waktu, akuntabilitas, tujuan yang telah ditetapkan dan umpan balik.
Soedjono
dalam Mariam (2009) menyebutkan 6 (enam) kriteria yang dapat digunakan untuk
mengukur kinerja pegawai secara individu yakni :
1.
Kualitas, hasil pekerjaan yang dilakukan
mendekati sempurna atau memenuhi tujuan yang diharapkan dari pekerjaan
tersebut.
2.
Kuantitas, jumlah yang dihasilkan atau jumlah
aktivitas yang dapat diselesaikan.
3.
Ketepatan waktu, yaitu dapat menyelesaikan pada
waktu yang telah ditetapkan serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk
aktivitas yang lain. Efektivitas pemanfaatan secara maksimal sumber daya yang
ada pada organisasi untuk meningkatkan keuntungan dan mengurangi kerugian.
4.
Kemandirian, yaitu dapat melaksanakan kerja
tanpa bantuan guna menghindari hasil yang merugikan.
5.
Komitmen kerja, yaitu komitmen kerja antara
pegawai dengan organisasinya.
6.
Tanggung jawab pegawai terhadap organisasinya.
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Jenis
Penelitian
Untuk menemukan jawaban
mengapa Program Remunerasi belum dapat meningkatkan kinerja pegawai di Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil (DisdukCapil) yang akan fokus pada peran program
tersebut serta unsur-unsur pokok yang harus ditemukan dan sesuai dengan rumusan
masalah, tujuan, dan manfaat penelitian, maka penelitian ini menggunakan metode
penelitian kualitatif, karena dalam penelitian ini permasalahan belum jelas,
kompleks, dinamis, dan penuh makna, sehingga peneliti bermaksud memahami
situasi tersebut secara mendalam, menemukan pola, hipotesis, dan teori.
Penelitian kualitatif
adalah penelitian tentang riset yang bersifat deskriptif dan cenderung
menggunakan analisis. Proses dan makna lebih ditonjolkan dalam penelitian
kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar focus penelitian
sesuai dengan fakta di lapangan. Selain itu landasan teori juga bermanfaat
untuk memberikan gambaran umum mengenai latar penelitian dan sebagai bahan
pembahasan hasil penelitian. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang
bertujuan memahami realitas sosial, yaitu melihat dunia dari apa adanya, bukan
dunia yang seharusnya.
Penelitian kualitatif
pada hakekatnya mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan
mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya
Nasution dalam Sugiono (2009:180). Dalam penelitan ini, yang akan diamati
adalah bagaimana Peran remunerasi di Lingkungan Dinas Kependudukan dan Catatan
sipil Pekanbaru. Penelitian
dalam rangka mendapatkan gambaran mengenai bagaimana penelitian deskriptif. Menurut
Travers dalam Umar(1998:81), tujuan penelitian deskriptif adalah untuk
menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada riset dilakukan dan
memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu.
Dengan metode penelitian
deskriptif kualitatif ini, fenomena penerapan program remunerasi di Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil Pekanbaru dapat dideskripsikan dan dianalisis
secara apa adanya dan mendalam dengan menggunakan kerangka kerja analisis
teoritis yang relevan sehingga akan diperoleh pemahaman yang komprehensif dan
faktual terhadap fenomena yang diteliti. Dengan menggunakan metode kualitatif
deskriptif, maka data yang di dapat akan lebih lengkap, lebih mendalam,
kredibel, dan bermakna sehingga tujuan penelitian dapat dicapai
Sugiono(2009:181). Adapun tujuan penilitian deskriptif kualitatif adalah untuk
menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai
fenomena realitas sosial yang ada di dalam masyarakat ataupun organisasi yang
menjadi objek penelitian dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai
suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda gambar tentang kondisi, situasi
fenomena tertentu Bungin(2008:68).
B.
Lokasi
Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Pekanbaru tepatnya pada Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil(disdukcapil) Pekanbaru. Pemilihan lokasi
penelitian ini berdasar pada pertimbangan bahwa DisdukCapil Pekanbaru merupakan
bagian dari perangkat penyelenggaraan pemerintahan daerah yang memegang peranan
penting terhadap terselenggaranya Pelayanan Prima kepada Masyarakat Pekanbaru.
Disamping itu, dengan adanya pemberian kewenangan kepada daerah Kabupaten/Kota
secara luas dan nyata, maka pemerintah daerah dituntut untuk berupaya
memberdayakan potensi yang dimiliki birokrasidinas kependudukan dan Catatan
sipil Pekanbaru, terutama dalam pelaksanaan fungsinya.
C.
Jenis
dan Sumber Data
Data
sekunder adalah data yang diperoleh dari Kantor Dinas kependudukan dan Catatan
Sipil Kota Pekanbaru yang berhubungan dengan penelitian ini meliputi :
1.
Data
Struktur Organisasi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Pekanbaru.
2.
Data
Tugas pokok dan Fungsi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Pekanbaru.
3.
Daftar
Remunerasi Pegawai Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Pekanbaru.
4.
Kedisiplinan
Pegawai Negeri Sipil Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Pekanbaru.
5.
Hasil
Wawancara yang dilakukan oleh media dan diinformasikan melalui media
elektronik.
D.
Teknik
Pengumpulan Data
Sumber dan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
disesuaikan dengan fokus dan tujuan penelitian. Sesuai dengan fokus penelitian,
maka yang dijadikan sumber data dan teknik pengumpulan data adalah seluruh
pegawai di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (DisdukCapil) Pekanbaru yang berstatus sebagai PNS, dan para pelanggan
sebagai stakeholder yang merasakan manfaat pelayanan pegawai di Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil (DisdukCapil) Kota Pekanbaru.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Daftar Remunerasi PNS di Disdukcapil Kota
Pekanbaru
Berdasarkan Peraturan Walikota Pekanbaru No. 4 Tahun 2009 tentang
Pemberian Tambahan Penghasilan Berdasarkan Prestasi Kerja (TPPK) Kepada Pegawai
Negeri Sipil di Lingkungan Pemkot Pekanbaru Tahun 2009. Penerapan sistem
pemberian TPPK sesuai beban tugas dan tanggung jawabnya.Pemberian TPPK yang
diberikan per bulan ini juga dikaitkan dengan disiplin PNS. PNS yang tidak
hadir berdasarkan daftar hadir sebanyak 1 kali tanpa keterangan di kenakan
pemotongan TPPK sebesar 1,5 %.
Berikut Tabelnya :
Tabel TPPK Pekanbaru
Sedangkan untuk PNS di lingkungan Provinsi Riau juga menerima
tunjangan yang disebut Tunjangan Beban Kerja.Khusus untuk gol III dan IV
dipotong PPh 15 %.
Berikut tabelnya:
B.
Tugas
Pokok dan Fungsi DisdukCapil
Sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Pekanbaru
Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pembentukan Susunan Organisasi, Kedudukan dan Tugas
Pokok Dinas di Lingkungan Pemerintah Kota Pekanbaru,tugas pokok Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Pekanbaru adalah melaksanakan sebahagian
urusan Pemerintah Kota Pekanbaru di bidang Kependudukan dan Pencatatan Sipil.
Dengan rincian tugas antara lain:
1. Merumuskan kebijakan teknis dalam bidang
pendaftaran penduduk, pencatatan sipil dan pengelolaan informasi administrasi
kependudukan.
- Menyelenggarakan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di
bidang pendaftaran penduduk, pencatatan sipil dan informasi administrasi
kependudukan.
- Membina dan melaksanakan tugas pendaftaran penduduk dan
pencatatan sipil.
- Menyelenggarakan urusan penatausahaan dinas.
- Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh pimpinan
sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota
Pekanbaru mempunyai fungsi sebagai berikut:
- Perumusan kebijakan teknis di bidang kependudukan dan
pencatatan sipil
- Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum
- Penyusunan rencana kerja, pemantauan dan evaluasi
- Pembinaan dan pelaporan
- Penyelenggaraan urusan penatausahaan dinas
- Pelaksanaan tugas-tugas lain
C.
Struktur Organisasi Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kota Pekanbaru
Dalam struktur ini dapat dilihat pegawai atau
aparatur-aparatur yang memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan tingkat
jabatannya masing-masing.Struktur organisasi dapat dilihat sebagai berikut.
D.
Peran Remunerasi pada kinerja pegawai di
Disdukcapil Kota Pekanbaru
Pembuatan KTP SIAK online di Pekanbaru bisa
dibilang tak seragam. Tak ada aturan pasti, kapan waktu paling lama pembuatan
sebuah KTP. Jika ada yang bisa mendapatkannya dua pekan, dia termasuk
beruntung. Tapi kebanyakan harus menunggu sebulan, bahkan lebih. Dengan sedikit
emosi, Rinaldi datang ke kantor Unit Pelayanan Teknis (UPT) Disdukcapil di
Kantor Camat Tampan, belum lama ini. Ia datang untuk kembali memastikan KTP
yang diurusnya apakah sudah selesai.
Tanda terima pengurusan KTP dia serahkan kepada
staf Disdukcapil yang berada di Kantor Camat Tampan.Lama mencari, staf tersebut
mengatakan bahwa KTP belum siap. “Tak ada pak. Coba datang lagi besok,” saran
si pegawai.Kontan saja Rinaldi, warga Jalan Marsan Selatan, Kecamatan Tampan
ini meradang.
Sudah dua bulan saya buat KTP kok belum juga
selesai. Ke mana saya dapat menanyakan masalah ini,? kesalnya karena sudah
berkali-kali datang hanya untuk menanyakan KTP birunya.
Sang staf pun lalu menganjurkan warga Panam itu
untuk menjumpai Khaidir di aula Kantor Camat Tampan. Di sana ditemuilah
Khaidir. Diserahkannya bukti pengurusan KTP kepada pegawai Disdukcapil itu.
Lama Khaidir melihat tanda serah terima itu. Tak
sabar Rinaldi bertanya lagi.“Kenapa belum siap juga Pak Khaidir. Ini sudah dua
bulan,” tanya Rinaldi.
PNS Disdukcapil itu lalu menyerahkan kertas
kecil itu ke staf yang lain. “Nanti dia datang jam setengah dua belas,” kilah
Kaidir diceritakan Rinaldi.
Rinaldi mulai mengurus KTP SIAK online di
Kantor Camat Tampan tertanggal 2/3/2012.Dalam bukti pengurusan KTP, ditulis
tanggal selesai pada 2/4/2012.Tapi, hingga sekarang, Rinaldi belum bisa
memperoleh KTPnya.
“Kalau tahu seperti ini lebih baik buat KTP
sama calo saja. Bayar Rp200 sampai Rp500 ribu bisa selesai dalam satu pekan,”
kesalnya.
Dia berharap Wali Kota Pekanbaru Firdaus MT
dapat turun ke lapangan melihat hal ini.Namun setelah mengetahui masalahnya,
segeralah dicari solusinya.“Baiknya wali kota merasakan juga apa yang dirasakan
masyarakat.Itulah sebaik-baiknya wali kota pilihan rakyat itu,” harapnya.
Hal ini
menandakan bahwa kinerja pegawai Disdukcapil belum maksimal, mereka melupakan
tugas dan tanggung jawabnya sebagai pegawai di Disdukcapil. Kinerja Pegawai
dalam hal Ketepatan waktu, yaitu dapat menyelesaikan pada waktu yang telah
ditetapkan serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas yang lain.
Efektivitas pemanfaatan secara maksimal sumber daya yang ada pada organisasi
untuk meningkatkan keuntungan dan mengurangi kerugian belum dapat terealisasi
pengurusan KTP yang maksimal 14 hari kerja dapat terselesaikan menjadi
berbulan-bulan yang tidak ada kepastian terselesaikannya KTP
masyarakat.Tunjangan remunerasi yang diterima bertujuan untuk meningkatkan
produktifitas kerja sesuai dengan teori yang ada karena dengan adanya
remunerasi maka tingkat penghasilan pegawai mengalami peningkatan sehingga
mereka seharusnya lebih produktif dalam artian dalam memberikan pelayanan
kepada masayrakat harus lebih terbarukan artinya lebih bagus daripada sebelumnya.
Nasib
serupa juga dirasakan Ani, warga Jalan Pesisir, Kecamatan Rumbai. Ia
mengeluhkan lambatnya pelayanan yang diberikan petugas UPT karena dirinya sudah
satu bulan lamanya membuat KTP, namun tidak kunjung selesai. Belum lagi
di kelurahan dikenakan biaya Rp10 ribu dan dibagian pendaftaran kantor camat
dikenakan uang sukarela sebesar Rp10 ribu.
“Setelah
dibagian pendaftaraan sangka saya tidak bayar lagi. Ternyata saat
penyerahan blanko rupanya diminta Rp13 ribu, pada waktu itu saya sodorkan
uang Rp15 ribu, ternyata petugas tidak ada kembaliannya, maka uang Rp15 ribu
juga tidak dikembalikan sisanya. Ya sudah lah, yang penting selesai,” ucapnya.
Hal serupa juga terjadi pada Riandi (29) warga
kelurahan rejosari Tenayan Raya. Untuk mengurusi akte kelahiran anaknya harus
menunggu hingga enam bulan. Padahal dia mengikuti prosedur supaya tidak
dikenakan denda akibat keterlambatan. ”Banyak alasannya. Tahun lalu saya urus
akte anak saya sampai lebih setengah tahun. Alasannya akte kosong dan lain
sebagainya. Kita maunya tepat waktu makanya diurus cepat, tapi jika seperti ini
siapa yang dirugikan.Memang luar biasa,”terangnya.
Ini
artinya pengurusan KTP, KK dan pegurusan lainnya, selain memerlukan proses yang
panjang dan waktu yang lama juga masih terdapat pungutan-pungutan yang tidak
seharusnya terjadi. Sesuai dengan hasil temuan KPK bahwa Pengurusan pembuatan
Kartu Tanda Penduduk ( KTP) bisa mencapai tiga bulan dapat membuktikan predikat
pelayanan publik buruk yang disampaikan dari hasil survei KPK tidak hisapan jempol.
M Noer:
Hanya Pungut Sesuai Perda Menyikapi keluhan masyarakat yang menyebutkan untuk
mendapatkan KK dan KTP harus membayar tiap meja, Kepala Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kota Pekanbaru Drs H M Noer MBS mengatakan hal
itu bukanlah menjadi tanggung jawab pihaknya. Karena sesuai ketentuan,
Disdukcapil hanya memungut biaya sesuai yang tercantum pada Perda nomor 2/2012
hasil revisi Perda nomor 5/2006.
“Jika
ada pungutan yang dilakukan diluar ke tentuan Perda, maka ini tidak menjadi
urusan kita.Karena Disdukcapil sesuai ketentuan, untuk pengurusan KK biaya yang
dikenakan kepada masyarakat hanya sebesar Rp15 ribu.Sementara untuk KTP
perlembarnya sebesar Rp13 ribu, biaya yang kita pungut ini sudah sesuai dengan
perda nomor 5/2006.Kalau Perda nomor 2 tahun 2012, tentu biayanya lebih besar
lagi, satu lembar KK itu Rp20 ribu,” terangnya.
Terkait
biaya yang harus dibayar masyarakat di Kantor Lurah sebesar Rp15 ribu dan Rp20
di bagian penerimaan berkas di kantor camat, kalau memang masyarakat merasa
tidak rela mengapa harus dibayar. Toh kata M Noer, petugas yang tempat
masyarakat bertanya juga menyebutkan suka rela saja.
“Artinya
kalau masyarakat merasa tidak rela untuk membayar mengapa harus dibayar.Kalau
merasa rela membayar tidak perlu lagi untuk dikeluhkankan, karena masyarakatnya
sendiri yang mau memberikan.Kita dari Disdukcapil hanya memungut biaya hanya
yang sesuai dengan Perda saja,”ujarnya.
Pernyataan
dari Kepala Dinas Disdukcapil ini memberikan gambaran bahwa kesalahan pelayanan
tidak hanya terletak pada pegawai tetapi juga dilakukan oleh masyarakat yang
melakukan pembayaran yang tidak sesuai dengan ketentuan.Sebenarnya mengenai
masalah uang atau pembiayaan dalam pengurusan KTP, KK atau sejenisnya
seharusnya dicantumkan sesuai dengan peraturan yang ada dan pungutan yang tidak
sesuai seharusnya harus ditindak lanjuti karena tidak semua masyarakat
mengetahui biaya yang semestinya dikeluarkan. Yang masyarakat tahu pelayanan
harus prima dalam artian ketika mereka mengurus KTP, mereka mengingkan proses
penyelesainnya cepat dan sesuai dengan apa yang mereka bukan sebaliknya proses
pembuatan KTP yang sangat panjang dan lama mengharuskan mereka mencari jalan
lain untuk penyelesaian cepat sehingga mereka mengeluarkan uang dalam jumlah
besar kepada para calo ataupun aparat sendiri. Mereka lebih memilih membayar
kepada calo bukan tanpa alasan karena mereka ingin urusannya cepat selesai
meskipun harus mengeluarkan biaya. Hal ini tidak akan terjadi apabila pegawai Disdukcapil memberikan pelayanan yang
cepat dan tepat tidak berbelit-belit dan menyusahkan masyarakat.
Salah
satu tujuan diterapkannya remunerasi berbasis kinerja yaitu untuk meningkatkan
kinerja dan motivasi kerja serta mengubah pelayanan dari pemerintah yang
dilayani menjadi pemerintah yang melayani dalam artian bahwa fenomena-fenomena
yang terjadi dimasa lalu diubah menjadi lebih baik lagi karena setiap pegawai berlomba-lomba untuk
memperbaiki kinerjanya sehingga dapat memperoleh remunerasi ini artinya ketika
pegawai berlomba-lomba memperbaiki kinerjanya maka pelayanannya yarakat menjadi
lebih baik lagi akan tetapi kenyataannya sama sekali tidak memberikan perubahan
yang signifikan meskipun kinerja pegawai Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil ini telah mendapat teguran langsung dari Wali Kota akan tetapi mereka
selalu memberikan laporan bahwa tidak ada keluhan dari masyarakat.
Jika
dinilai dari kinerja pegawai maka pegawai yang ada di lingkunga dinas
kependudukan dan pencatatan sipil kota Pekanbaru belum memenuhi keenam kriteria
penilaian kinerja pegawai hal tersebut dapat dilihat dengan,
1.
Kualitas, hasil pekerjaan yang dilakukan
mendekati sempurna atau memenuhi tujuan yang diharapkan dari pekerjaan
tersebut. Pegawai di Disdukcapil belum bisa memenuhi tujuan yang diharapkan hal
ini dapat dilihat banyaknya keluhan masyarakat.
2.
Kuantitas, jumlah yang dihasilkan atau jumlah
aktivitas yang dapat diselesaikan. Melihat jumlah aktivitas yang terselesaikan
oleh pegawai di lingkungan disdukcapil belum maksimal hal ini dapat dilihat
dengan adanya temuan KPK yang berarti bahwa didisdukcapil aktivitasnya belum
sebanyak gaji yang diterimanya.
3.
Ketepatan waktu, yaitu dapat menyelesaikan pada
waktu yang telah ditetapkan serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk
aktivitas yang lain. Efektivitas pemanfaatan secara maksimal sumber daya yang
ada pada organisasi untuk meningkatkan keuntungan dan mengurangi kerugian. Hal
ini yang membuat masyarakat merasakan tidak idealnya kinerja pegawai sehingga
setiap urusan yang mereka urus tidak bisa terselesaikan dengan waktu yang
singkat sehingga dalam pengurusan di Disdukcapil sangat memerlukan waktu yang
lama sehingga masyarakat harus mengabaikan pekerjaanya ketika mengurus di
Disdukcapil
4.
Kemandirian, yaitu dapat melaksanakan kerja
tanpa bantuan guna menghindari hasil yang merugikan. Manidiri dalam Disdukcapil
telah diaplikasikan dalam hal melaksanakan tugas tanpa bantuan akan tetapi
hasilnya merugikan masyarakat karena proses yang berbelit-belit dan hasil yang
kadang kala tidak sesuai dengan keingan masyarakat.
5.
Komitmen kerja, yaitu komitmen kerja antara
pegawai dengan organisasinya. Ini telah dijalankan oleh disdukcapil
6.
Tanggung jawab pegawai terhadap organisasinya. Pegawai-pegawai
didisdukcapil bertanggung jawab kepada organisasinya meskipun memberikan
pelayanan yang tidak sesuai dengan harapan.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan berbagai uraian mengenai gambaran peran
remunerasi berbasis kinerja yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka
dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
(1)
Program
remunerasi belum dapat meningkatkan kinerja pegawai di Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kota Pekanbaru disebabkan karena kurangnya kesadaran dari
Pegawai.
(2)
Ketidakberhasilan
remunerasi berbasisi kinerja dalam mengubah pelayanan pegawai kepada
masyarakat.
(3)
Pegawai
disdukcapil belum memberikan pelayanan yang sesuai dengan kriteria meskipun
telah menerima tunjangan atau remunerasi
(4)
Masih
banyak keluhan masyarakat terhadap proses pengurusan KTP,KK, dan sejenisnya.
(5)
Belum
adanya kedisiplinan pegawai.
B.
Saran
Dari
hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan data sekunder dapat
dikatakan bahwa dalam penerapan birokrasi pengawasan harus terus berjalan dan
perlu diadakan peninjauan ulang dalam pemberian remunerasi dengan
menitiberatkan pada hasil kerja pegawai yang sebenarnya.Monitoring harus
dilakukan secara berkala bukan hanya satu kali dalam penerapan remunerasi
sehingga pegawai tidak hanya memperoleh tunjangan tanpa harus memberikan
pelayanan yang bagus kepada masyarakat.Perlu adanya sanksi yang tegas yang
diberlakukan sehingga pegawai dapat meningkatkan kinerjanya dan berfokus
melayani masyarakat.