Friday, 25 March 2016

Remunerasi Pegawai Negeri Sipil

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Peran Remunerasi pada Kinerja Aparatur dilingkungan pemerintahan Riau Kota Pekanbaru yang diterapkan oleh salah satu organisasi publik di Indonesia melalui program pemberian remunerasi pada kinerja aparatur dengan lokus penelitian di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Pekanbaru. Tema ini penting untuk dikaji karena dua alasan.Pertama, secara teoritis remunerasi merupakan komponen dari kesejahteraan yang diterima oleh pegawai, remunerasi bisa dijadikan sebagai unsur motivasi bagi pegawai untuk berprestasi Handoko, at.al dalam Hasibuan (2012:118).
Oleh karena itu setiap organisasi berusaha untuk merancang sistem pemberian remunerasi yang tepat agar motivasi dan kinerja pegawai dapat meningkat. Salah satu sistem pemberian remunerasi tersebut adalah program remunerasi berbasis kinerja (merit pay), Kopelmandkk, 1991).Remunerasi berbasis kinerja adalah sistem pembayaran yang mengkaitkan imbalan (reward) dengan prestasi kerja (performance). Implikasi dari konsep tersebut adalah bahwa seseorang yang berkinerja baik maka akan memperoleh imbalan yang lebih tinggi dan begitu pula sebaliknya. Artinya, semakin tinggi kinerja yang diraih pegawai akan semakin tinggi pula imbalannya.
Dengan demikian jika sistem ini dapat diterapkan secara efektif maka akan berdampak positif bagi organisasi karena akan dapat meningkatkan kinerja serta kepuasan kerja pegawai. Tetapi yang menjadi persoalan adalah, apakah sistem remunerasi berbasis kinerja benar-benar meningkatkan kinerja serta memberikan kontribusi yang tinggi bagi produktivitas kerja pegawai atau tidak.
Dari perspektif teoritis, remunerasi berbasis kinerja merupakan gagasan yang inovatif karena sistem remunerasi berbasis kinerja memungkinkan organisasi mendorong tingkat rata-rata motivasi kerja individu, meningkatkan pencapaian yang berorientasi individu dan mempertahankan penilaian yang tinggi bagi karyawan yang memiliki kinerja tinggi Kopelmen, et.al dalam Brookes(1993).Masalah utama dari program remunerasi berbasis kinerja (merit pay) adalah pada desain atau penerapannya yang tidak efektif, McGinty dan Hanke (1992). Studi yang dilakukan oleh Wilkerson (1995:40-45) juga menyatakan bahwa meskipun sistem pembayaran berdasarkan kinerja secara substansial dapat meningkatkan produktivitas, desain dan implementasi yang jelek dapat menekan potensi efektivitasnya. Kemudian, riset Lowery, at.al (1996) terhadap 8000 karyawan, mengungkapkan bahwa ternyata 4.788 responden setuju terhadap program remunerasi berbasis kinerja, tetapi mengeluhkan masalah implementasinya.
Reformasi birokrasi di Indonesia dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik. Reformasi birokrasi dilakukan dalam bentuk penataan organisasi, prosedur kerja dan penentuan ukuran-ukuran keberhasilan kinerja. Adapun salah satu langkah untuk mereformasi birokrasi adalah dengan melaksanakan program remunerasi berbasis kinerja (performance based remuneration). Berdasarkan uraian tersebut, peran remunerasi berbasis kinerja ternyata menjadi faktor utama penentu keberhasilan dan kegagalan program reformasi birokrasi, sehingga berangkat dari hal tersebut penulis ingin mengkaji Peran remunerasi berbasis kinerja sebagai sebuah program yang saat ini sedang hangat diterapkan sebagai salah satu program unggulan dalam kebijakan reformasi birokrasi di Indonesia.
Dalam program remunerasi berbasis kinerja diharapkan tidak ada lagi berbagai keluhan pelayanan masyarakat terhadap buruknya kinerja aparatur. Program remunerasi berbasis kinerja akan mempertegas mekanisme reward and punishment. Remunerasi diberikan kepada para pegawai karena pegawai merasa tidak dapat bekerja dengan tenang karena penghasilannya jauh dari memadai. Oleh karena itu, dengan diterapkannya sistem reward pada organisasi publik, persoalan rendahnya kinerja karena minimnya penghasilan seharusnya tidak muncul lagi ke permukaan. Prinsip dasar remunerasi berbasis kinerja adalah adil dan proporsional. Kalau kebijakan masa lalu menerapkan pola sama rata (generalisir), sehingga dikenal adanya istilah PGPS (pintar goblok penghasilan sama), maka dengan kebijakan remunerasi berbasis kinerja, besar penghasilan (reward) yang diterima oleh seorang pegawai akan sangat ditentukan oleh bobot dan harga jabatan yang disandangnya serta kinerja yang telah dicapainya.
Hal tersebut juga diperkuat dengan Undang-undang (UU) No. 43 tahun 1999 tentang Kepegawaian yang menyatakan bahwa sistem penggajian PNS di Indonesia adalah berdasarkan merit system. Sebagaimana diatur dalam UU No. 43 Tahun 1999 pasal 7 ayat 1 yaitu setiap pegawai berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggungjawabnya. Selanjutnya pada ayat 2 ditegaskan bahwa gaji yang diterima oleh pegawai harus mampu memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraannya.
Berdasarkan Undang – undang No.17 tahun 2007 mengenai rencana pembangunan nasional jangka panjang tahun 2005 – 2025 dan juga pada peraturan Menteri Negara PAN, No.PER/15/M.PAN/7/2008 mengenai pedoman umum reformasi birokrasi. Berdasarkan pedoman dan peraturan tersebut, Kebijakan Remunerasi ditujukan kepada seluruh Pegawai Negeri Sipil di seluruh instansi pemerintah di Indonesia. Penerima kebijakan ini dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu Kelompok pertama yang menjadi prioritas utama, yaitu semua Pegawai Negeri Sipil di instansi pemerintahan di Bidang Hukum, badan Pengelola dan Pengawas Keuangan Negara, serta Lembaga Penertipan Aparatur Negara., Prioritas kedua kebijakan ini adalah seluruh pegawai negeri sipil pada instansi pemerintahan yang bekerja di bidang ekonomi, sistem produksi, serta instansi pemerintahan yang mengelola sumber penghasilan negara dan instansi yang memberikan pelayanan terhadap masyarakat secara langsung, seperti Pemda. Prioritas ketiga adalah semua instansi kementrian dan lembaga pemerintahan lainnya yang tidak termasuk ke dalam prioritas pertama dan kedua.
Tahapan pelaksanaan Program Remunerasi di Indonesia saat ini telah mencapai tahap ketiga meskipun setiap instansi sampai saat ini belum merata secara keseluruhan menerima Remunerasi artinya pelaksanaan program remunerasi tersebut memerlukan proses yang lama sehingga seluruh pegawai bisa menerima remunerasi sesuai dengan kinerjanya. Data mengenai tahapan dan kementerian/lembaga yang telah memperoleh remunerasi dapat dilihat dalam (http://www.jpnn.com). Observasi awal penulis menemukan salah satu komentar dari sekelompok pelanggan yang mengeluhkan pelayanan pengurusan KTP yang harus menunggu penyelesaian sampai 3 bulan.
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat digambarkan bahwa pegawai di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Pekanbaru tersebut belum menyadari tugas dan kewajibannya dengan baik. Itu artinya pegawai tersebut belum menunjukkan kinerja yang baik dalam bekerja melaksanakan pelayanan yang sudah menjadi tugas pokoknya sebagai PNS. Padahal Program remunerasi kinerja bagi peningkatan kinerja pegawai di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Pekanbaru telah diterapkan.
Dugaan awal penulis, Remunerasi berbasis kinerja yang sudah diberikan belum mampu meningkatkan kinerja pegawai di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Pekanbaru, padahal sebagai PNS mereka diharapkan dapat memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Sementara fakta di lapangan sangat kontras dengan itu. Observasi awal penulis juga menemukan keluhan seorang pelanggan lain yang berkaitan dengan rendahnya kesadaran yang mengakibatkan ketidakpuasan pelayanan yang diterima oleh pelanggan sebagai pengguna layanan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Pekanbaru. Ini artinya kinerja pegawai tersebut dalam melaksanakan pekerjaan masih harus ditingkatkan guna pelaksanaan fungsi dan tugas di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Pekanbaru yang lebih efektif.
Faktanya, Peran Remunerasi berbasis kinerja sebagai bagian dari reformasi birokrasi belum mampu meningkatkan kinerja pegawai di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Pekanbaru. Kemudian pertanyaannya adalah apa yang terjadi dengan penerapan reformasi birokrasi melalui pemberian remunerasi kinerja di Dinas Kependudukn dan Catatan Sipil (Disdukcapil) tersebut?  hal ini yang menjadi alasan mengapa penelitian ini dilakukan.





B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam karya ilmiah ini yaitu :
1.      Bagaimana Peran Remunerasi pada Kinerja Pegawai di Lingkungan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Pekanbaru?
2.      Apakah Remunerasi sudah dapat meningkatkan kinerja PNS dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat ?
C.     Tujuan Penelitian
Adapun tujuan diadakannya penelitian ini adalah
1.      Menjelaskan dan Mendeskripsikan peran remunerasi pada pegawai di Lingkungan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Pekanbaru dalam rangka Reformasi Birokrasi.
2.      Menganalisis Remunerasi dalam peningkatan kinerja Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Pekanbaru dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat.

D.    Manfaat Penulisan
Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain :
1.    Manfaat Teoretis
a.    Penelitian ini akan memberikan pemahaman yang lebih baik terhadap teori peranan program remunerasi di organisasi publik, karena melalui penelitian ini dimungkinkan untuk menambah sudut pandang baru bagi teori tersebut.
b.    Penelitian ini akan menguji kesesuaian antara teori peranan program remunerasi berbasis kinerja dengan praktek yang terjadi di lapangan. Praktek di lapangan seringkali berbeda dengan teori yang ada sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Penelitian ini melengkapi penelitian terdahulu. Dengan penelitian ini berbasis kinerja akan bertambah sehingga akan menambah referensi bagi kegiatan akademik. Penelitian ini juga dapat menjadi pijakan untuk penelitian-penelitian berikutnya.

2.    Manfaat Praktis
a.    Penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi di Lingkungan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Pekanbaru untuk mengevaluasi pelaksanaan remunerasi dalam peningkatan pelayanan terhadap masyarakat.
b.    Penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi organisasi public dalam mengimplementasikan program remunerasi berbasis kinerja dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi.
















BAB II
LANDASAN TEORI
A.    Remunerasi
Menurut Hasibuan (2012) remunerasi merupakan semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung yang diterima pegawai sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada perusahaan. Sikula (1981) dalam Hasibuan (2012:118) mencoba memberikan pengertian remunerasi sebagai segala sesuatu yang dikonstitusikan atau dianggap sebagai suatu balas jasa atau ekuivalen. Werther dan Davis (1982:278 ) mendefinisikan bahwa, “Compensation is what employee receive ini exchange of their work. Whether hourly wages or periodic salaries, the personnel department usually designs and administers employee compensation‟.Flippo dalam Hasibuan (2012:118) juga menyatakan bahwa.“ wages is defined as the adeguate and equitable renumeration of personnel for their constribution to organizational objectives”.
Berdasarkan pendapat-pendapat yang telah disampaikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kompensasi (remunerasi) adalah segala sesuatu yang diberikan oleh organisasi yang dikonstitusikan sebagai suatu balas jasa atas pekerjaan yang telah dilakukan karyawan. Dalam panelitian ini terminologi karyawan yang dimaksud adalah PNS, maka remunerasi adalah segala sesuatu yang diberikan oleh Negara yang dikontitusikan sebagai suatu balas jasa atas pekerjaan yang telah dilakukuan oleh PNS.
Dessler dalam Dharma (1986:30) mengemukakan bahwa remunerasi pegawai memiliki tiga komponen. Ketiga komponen tersebut meliputi:
1.      Pembayaran uang secara langsung (direct financial paymet),
2.      Pembayaran tidak langsung (indirect payment), dan
3.      Ganjaran non financial (nonfinasial rewards).
Berdasarkan ketiga komponen remunerasi ini disimpulkan bahwa remunerasi adalah setiap imbalan yang berupa imbalan ekstrinsik maupun imbalan intrinsic yang diberikan kepada pegawai sebagai balasan atas apa yang dikerjakannya, sehingga secara logis menimbulkan motivasi yang tinggi bagi pegawai untuk menimbulkan kinerja yang produktif dalam rangka pencapaian tujuan organisasi.
Casmiwati (2011:238) mengidentifikasi jenis-jenis remunerasi yang oleh PNS anatar lain adalah gaji pokok, tunjang, pensiun, cuti,perawatan, tunjangan cacat, uang duka, pengobatan, perawatan dan rehabilitas, rumah dinas,serta kendaran dinas. Selanjutnya Thoha (http://www.ipdn.ac.id) juga mengemukakan jenis-jenis kesejahteraan yang diterima oleh aparatur pelayan publik adalah gaji pokok, tunjangan, remunerasi, honorium, insentif, batuan uang muka, batuan transport, dan lain-lain. Kecuali itu, Siagian (2002:174) mengemukakan bahwa pemberian kompensasi kepada pegawai terdiri dari emapat jenis,yaitu:
1.      Upah dan gaji
2.      Insentif
3.      Pemanfaatan bantuan dan jasa-jasa perusahan
4.      Perlindungan bagi pegawai.
Pemberian kompensasi kepada pegawai tentu mengandung maksud atau tujuan tertentu dari suatu instansi mampun pegawai itu sendiri dalam mencapai tujuan. Handoko (1987:156-157) mengemukakan bahwa tujuan kompensasi anatara lain:
1.      Memperoleh pegawai yang berkualitas
2.      Mempertahankan para pegawai yang ada sekarang
3.      Menjamin keadilan
4.      Menghargai perilaku yang diinginkan
5.      Mengendalikan biaya
6.      Memenuhi peraturan legal.
Menurut (Handoko, 1987: 158) pemberian kompensasi kepada pegawai tergantung dari kebijakan dan peraturan pemerintah serta instansi tempat bekerja.
Pemberlakuan kompensasi tidaklah mudah, banyak hambatan yang akan mempengaruhi kebijakan tersebut, anatara lain adalah:
1.             Suplay dan permintaan tenaga kerja, beberapa jenis pekerjaan mungkin harus dibayar lebih tinggi dari pada yang ditunjukan oleh nilai relatifnya karena kondisi desakan pasar.
2.             Serikat pegawai. Lemah kuatnya serikat pegawai sangat pengaruhi untuk menggunakan kekuatan dalam penetuan tingkat kompensasi.
3.             Produktivitas. Faktor ini lebih mengutamkan laba untuk membuat suatu perusahaan tetap bertahan dan dapat membayar upah pekerjaanya, dan factor ini tidak berlaku bagi organisasi pemerintah.
4.             Kesediaan untuk membayar besar pembarian kompensasi pada factor ini sangat berhubungan dengan kualitasn pegawai baik segi pendidikan dan pengalaman.
5.             Kemampuan untuk membayar. Kemampuan untuk membayar kompensasi sangat tergantung dari laba yang diperoleh perusahaan, sedangkan instaansi pemerintah sangat tergantung dari alokasi dana pemerintah.
6.             Berbagai kebijaksanaan pengupahan dan penggajian. Bagi instasi pemerintah, factor ini sangat ditentukan oleh kebijakan pemerintah dalam menerapkan system kompensasi bagi pegawai.
Menurut Samsudin (2006) berpendapat bahwa tujuan pemberian remunerasi antara lain sebagai berikut:
1.      Pemenuhan Kebutuhan Ekonomi
Pegawai menerima kompensasi berupa gaji, upah, atau bentuk lain adalah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi.
2.      Menunjukkan Keseimbangan dan Keadilan
Ini berarti pemberian remunerasi berhubungan dengan persyaratan yang harus dipenuhi oleh pegawai pada jabatan yang ia duduki, sehingga tercipta keseimbangan antara input dan output.
3.      Memajukan Lembaga atau Perusahaan
Semakin berani suatu lembaga memberikan remunerasi yang tinggi dapat dijadikan tolok ukur bahwa semakin berhasil lembaga tersebut membangun prestasi kerja pegawainya, karena pemberian remunerasi yang tinggi hanya mungkin dilakukan apabila lembaga tersebut memiliki pendapatan yang cukup tinggi dan mau memberikan remunerasi yang tinggi pula dengan harapan akan semakin maju lembaga tersebut.
4.      Meningkatkan Produktivitas Kerja
Pemberian Kompensasi yang makin baik akan dapat mendorong pegawai bekerja lebih produktif.
Pengukuran besar kecilnya remunerasi dapat dilihat dari komponen remunerasi yang diterapkan dalam instansi tersebut. Adapun komponen remunerasi yang diterapkan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tuban yaitu sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 10/PMK.02/2006 tentang Pedoman Penetapan Remunerasi Bagi Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas dan Pegawai Badan Layanan Umum, remunerasi di artikan sebagai bentuk imbalan atau balas jasa kepada pegawai yang berupa gaji, honorarium, tunjangan, insentif, bonus, pesangon dan pensiun.

B.     Remunerasi berbasis Kinerja
Menurut Racmawati (2007: 217) remunerasi berbasis kinerja (merit pay) merupakan pembayaran imbalan (rewad) yang dikaitkan dengan jasa atau prestasi kerja (kinerja) mampun manfaat yang telah diberikan pegawai kepada organisasi. Secara sederhana remunerasi berbsasi kinerja merupakan sistem pembayaran yang mengkaitkan (rewad) dengan prestasi kerja (performance) pegawai. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat diartikan bahwa apabila didalam organisasi menggunakan prinsip tersebut, seseorang yang memiliki kinerja yang lebih baik akan memperoleh imbalan yang lebih tinggi pula sebaliknya. Sehingga dapat dikatakan bahwa dengan sistem remunerasi berbasis kinerja, semakin tinggi kinerja yang diraih seorang pegawai semakin tinggi pula imbalan yang akan didapat.
Penilaian kinerja pegawai merupakan syarat yang harus dilakukan manejemen agar merit pay (remunerasi berbasis kinerja) dapat diterapkan dengan baik, sebab asumsi umum dalam ilmu ekonomi bahwa remunerasi berbasis kinerja merupakan pembayaran imbalan kepada pegawai yang memiliki kinerja tinggi serta pemberian insentif untuk kelanjutan kinerja yang baik. Untuk mengetahui kinerja pegawai tesbut tinggi atau rendah diperlukan penilaian yang baik dari pihak pimpinan organisasi. Jika sistem penilaian tidak baik, maka penerapan remunerasi berbasis kinerja juga tidak akan efektif. Jadi salah satu kunci bekerjanya sistim remunerasi berbasis kinerja akan tergantng pada seberapa baik sistem penilaian kinerja (performance appraisal) dalam organisasi tersebut (Brookes, 1993). Hal ini juga diperkuat oleh pendapat Wilkerson (1995) yang mengungkapkan bahwa kebanyakan penilaian kinerja selama ini tidak biasa diterima karena memiliki kelemahan, yaitu:
1.      Pekerja staf, manager, diikat banyak sistem, proses, dan orang akan tetapi focus penilaian yang bersifat individual bukan sebagai suatu sistem dalam suatu organisasi.
2.      Penilaian kinerja menganggap sistem dalam organisasi tersebut konsisten dan dapat diprediksi. Padahal dalam kenyataan sistem dan proses merupakan subyak yang dapat berubah karena secara sadar manajemen harus melakukan perubahan sesuai dengan kemampuannya serta tuntuan bisnis.
3.      Penilaian kinerja menurut persyaratan proses penilaian yang obyektif, konsisten dapat dipercaya serta adil, tetapi disisi lain penilaian didasarkan favoritisme.
Menurut Rachawati (2007: 221), penerapan sistem remunerasi yang berbasis kinerja akan memiliki dampak positif bagai pegwai karena dapat meningkatkan kinerja serta kepuasan kerja, namun dalam prakteknya banyak mengalami kendala yang berkaitan dengan:
1.      Penjabaran dan penilaian kinerja pegawai yang baik, hal ini disebabkan karena adanya perubahan sifat-sifat kerja yang dilaksankan pegawai, sifat multidimensional kerja (pekerjaan semakin kompleks), penerapan teknologi baru di tempatkan, dan kurangnya pelatihan manajerial mengenai kinerja yang baik.
2.      Kesulitan dalam mengidentifikasi imbalan yang bernilai bagi pegawai, karena untuk mengidentifikasi imbalan bagi pegawai perlu dilakukan dengan dua tahap yaitu dengan mengelompokkan jens imbalan baik imbalan intrinsik dan imbalan ekstrinsik.
3.      Kesulitan dalam menciptakan keterkaitan atau keselarasan yang kurang tetap antara imbalan dengan kinerja. Hal ini berkaitan dengan kegagalan menciptakan keselarasan antara desain imbalan dengan kinerja pegawai terciptanya keselarasan yang kurang tepat, terdapat sebagian pegawai terutama level buruk tidak menginginkan imbalan yang sesuai dengan kinerja yang dicapainya, atau kelahan dalam memahami laporan, penilaian kinerja (performance appraisal).
Menurut Rachmawati (2007) program remunerasi berbasis kinerja didukung secara luas penerapannya, namun hanya sedikit bukti bahwa keberadaannya efektif. Hal tersbut disebabkan karena terdapat masalah-masalah yang dihadapi oleh organisasi dalam menerapkan sistem remunerasi berbasis kinerja, menurut (McGinty dan Hanke 1992) masalah tersebut antara lain:
1.      Kesulitan dalam mendefinisikan dan mengukur kinerja individu.
2.      Tidak tepatnya proses penilain yang berkaitan dengan sistem remunerasi berbasis kinerja.
3.      Kesenjangan kepercayaan dan kerja sama antara pimpinan dan staf.
4.      Remunerasi berbasis kinerja relative tidak cukup untuk pegawai yang menggunakan base pay.
5.      Skeptisme para pegawai dimana pembayaran mereka dikaitkan dengan kinerja.
Namun diantara kendala tersebut, terdapat pendapat lain yang mengatakan bahwa penerapan remunerasi berbasis kinerja bagi pegawai dipandang cukup adil, sebab pegawai diberi imbalan yang berbeda sesuai dengan prestasi kerja yang diraihnya. Pegawai yang menghasilkan kinerja tinggi akan pemperoleh tambahan pengasilan yang lebih tinggi dibandingkan pegawai-pegawai yang mempeoleh level kinerja dibawahnya. Hal tersebut dapat diartikan agar dapat memperoleh tambahan penghasil lebih, maka pegawai harus terlebih dahulu berprestasi.
Apabila sistem remunerasi berbasis kinerja dapat diterapkan secara efektif maka akan memiliki dampak positf bagi organisasi karena dapat meningkatkan kinerja serta kepuasan pegawai. Brookes (1993) mengemukakan bahwa secara teoritik remunerasi berbasis kinerja merupakan ide yang baik dan kebanyakan praktisi dan akademisi juga menyetujui hal itu. Selanjutnya pendapat tersebut juga diperkuat oleh Kopelmen et.al. (1991) yang mengungkap bahwa dengan sistem remunerasi berbasis kinerja memungkin sebuah organisasi untuk:
1.      Mendorong tingkat rata-rata motivasi sebuah organisasi
2.      Meningkatkan pencapaian yang beorientasi individual
3.      Mempertahankan penilaian yang tinggi bagi pegawai yangmiliki kinerja tinggi.
Dalam riset Basset (1994) mengemukakan bahwa penggunaan imbalan sebagai motivasi kinerja memiliki tingkat ketidak pastian tinggi sebagai konsistensi dari outcome. Penyesuaian imblan berdasarkan kebijakan pay for performence dariperbedaan pemberian imbalan yang mengikat tidak secara konsisten memotivasi kinerja yang tinggi pegawai harus palsu mengaikan usaha dengan imbalan dalam cara yang menciptakan harapan bahwa usahanya harus diharagai untuk kenaikan pembayaran imbalan menjadi adil.Mcginty dan Hanke (1992) juga mengungkapkan bahwa masalah utama dari program remunerasi berbasi kinerja adalah banyak desainnya tidak baik atau penerapannya tidak efektif, serta tambahan dengan hasil survey mereka yang menunjukkan bahwa kebanyakan pekerja tidak menujukan banyak hubungan antara imbalan yang mereka terima dengan seberapa baik hasil kerja mereka. Kebanyakan para pegawai diperlukan sama, artinya mereka diberi imbalan hanya didasarkan semata-mata pada waktu yang dihabiskan untuk bekerja.
Untuk menghindari kegagalan dalam penerapan sistem remunerasi berbasis kinerja (merit pay) Shuler dan Jackson (1999) menganjurkan agar sebelum menerapakan sistem imbalan berdasarkan kinerja perlu melekukan penilaian yang mendalam terhadap pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1.      Apakah pembayaran dinilai oleh pegawai.
2.      Apakah sasaran yang akan dicapai oleh sistem imbalan berdasarkan kinerja.
3.      Apakah nilai-nilai organisasi menguntungkan bagi sistem imbalan berdasarkan kinerja.
4.      Dapatkah kinerja diukur secara akurat.
5.      Seberapa sering kinerja diukur dan dievaluasi.
6.      Tingkat kesatuan apa (individu, kelompok atau organisasi) yang akan digunakan untuk mendistribusikan imbalan.
7.      Bagaimna bayaran akan dikaitakn dengan kinerja (misalnya: melalui peningkat jasa, bonus, komisi, atau insentif).
8.      Apakah organisasi mempunyai sumber keanggaran yang memandai untuk membatu agar pembayaran berdasarkan kinerja bermakana.
9.      Tahap-tahap apa saja yang akan ditempuh untuk memastikan bahwa pegawai dan organisasi punya komitmen terhadap sistem.
10.  Serta tahap-tahap apa yang akan ditempuh untuk memantau dan mengendalikan sistem itu.
Menurut Ruky (1996), agar penilain kinerja dapat dilaksanakan dengan baik diperlukan motode yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1.      Yang diukur adalah benar-benar prestasi dan bukan factor-faktor lain, seperti yang menyakut pribadi seseorang.
2.      Menggunakan tolak ukur yang jelas dan yang pasti menjamin bahwa pengukuran itu bersifat objektif.
3.      Dimengerti, dipahami dan dilaksankan sepenuhnya oleh semua anggota organisasi
4.      Dilaksanakan secara konsisten, dan didukung sepenuhmnya oleh pimpinan puncak organisasi.
Sistem remunerasi akan mempengaruhi sikap dan perilaku setiap individu yang tercermin pada kepuasan kerja, motivasi dan identifikasi organisasi. Identifikasi orgaisasi akan mempengaruhi kepuasan kerja, motivasi individu, perilaku pegawai dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan,perilakuorganisasi dan perilaku individu sebagai anggota organisasi. Selanjutnya kepuasan kerja akan mempengaruhi perilaku sebagai anggota organisasi, sedangkan motivasi akan berpengaruh terhadap perilaku dalam melaksanakan pekerjaan atau melaksanakan tugas. Seberapa besar pengaruh system pemberian remunerasi terhadap kepuasan kerja, motivasi berprestasi dan peningkatan kinerja pegawai yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja organisasi.

C.     Kinerja Pegawai
Secara etimologi, kinerja berasal dari kata prestasi kerja (performance). Sebagaimana dikemukakan oleh Mangkunegara (2005) dalam Trinaningsih (2007) bahwa istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang) yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja dibedakan menjadi dua, yaitu kinerja individu dan kinerja organisasi. Kinerja individu adalah hasil kerja karyawan baik dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan, sedangkan kinerja organisasi adalah gabungan dari kinerja individu dengan kinerja kelompok  (Mangkunegara, 2005) dalam (Trinaningsih, 2007). Menurut Gibson et al. (1996) dalam Trinaningsih (2007) menyatakan bahwa kinerja karyawan merupakan suatu ukuran yang dapat digunakan untuk menetapkan perbandingan hasil pelaksanaan tugas, tanggung jawab yang diberikan oleh organisasi pada periode tertentu dan relatif dapat digunakan untuk mengukur prestasi kerja atau kinerja organisasi.
Bonner dan Sprinkle (2002) dalam Nadhiroh (2010) menyatakan bahwa ada tiga variabel yang dapat mempengaruhi kinerja, yaitu: variabel orang, variabel tugas, dan variabel lingkungan. Variabel orang termasuk atribut yang dimiliki seseorang sebelum melakukan tugas seperti konten pengetahuan, pengetahuan organisasi, kemampuan, kepercayaan diri, gayakognitif, motivasi intrinsik, nilai-nilai budaya. Variabel tugas termasuk faktor-faktor yang bervariasi baik di dalam maupun di luar tugas, seperti kompleksitas, format presentasi, pengolahan dan respon modus siaga. Sementara itu, variabel lingkungan meliputi semua kondisi, keadaan, dan pengaruh di sekitar orang yang melakukan tugas tertentu, seperti tekanan waktu, akuntabilitas, tujuan yang telah ditetapkan dan umpan balik.
Soedjono dalam Mariam (2009) menyebutkan 6 (enam) kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja pegawai secara individu yakni :
1.    Kualitas, hasil pekerjaan yang dilakukan mendekati sempurna atau memenuhi tujuan yang diharapkan dari pekerjaan tersebut.
2.    Kuantitas, jumlah yang dihasilkan atau jumlah aktivitas yang dapat diselesaikan.
3.    Ketepatan waktu, yaitu dapat menyelesaikan pada waktu yang telah ditetapkan serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas yang lain. Efektivitas pemanfaatan secara maksimal sumber daya yang ada pada organisasi untuk meningkatkan keuntungan dan mengurangi kerugian.
4.    Kemandirian, yaitu dapat melaksanakan kerja tanpa bantuan guna menghindari hasil yang merugikan.
5.    Komitmen kerja, yaitu komitmen kerja antara pegawai dengan organisasinya.
6.    Tanggung jawab pegawai terhadap organisasinya.






BAB III
METODE PENELITIAN
A.    Jenis Penelitian
Untuk menemukan jawaban mengapa Program Remunerasi belum dapat meningkatkan kinerja pegawai di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (DisdukCapil) yang akan fokus pada peran program tersebut serta unsur-unsur pokok yang harus ditemukan dan sesuai dengan rumusan masalah, tujuan, dan manfaat penelitian, maka penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, karena dalam penelitian ini permasalahan belum jelas, kompleks, dinamis, dan penuh makna, sehingga peneliti bermaksud memahami situasi tersebut secara mendalam, menemukan pola, hipotesis, dan teori.
Penelitian kualitatif adalah penelitian tentang riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis. Proses dan makna lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar focus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan. Selain itu landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum mengenai latar penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan memahami realitas sosial, yaitu melihat dunia dari apa adanya, bukan dunia yang seharusnya.
Penelitian kualitatif pada hakekatnya mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya Nasution dalam Sugiono (2009:180). Dalam penelitan ini, yang akan diamati adalah bagaimana Peran remunerasi di Lingkungan Dinas Kependudukan dan Catatan sipil Pekanbaru. Penelitian dalam rangka mendapatkan gambaran mengenai bagaimana penelitian deskriptif. Menurut Travers dalam Umar(1998:81), tujuan penelitian deskriptif adalah untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada riset dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu.
Dengan metode penelitian deskriptif kualitatif ini, fenomena penerapan program remunerasi di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Pekanbaru dapat dideskripsikan dan dianalisis secara apa adanya dan mendalam dengan menggunakan kerangka kerja analisis teoritis yang relevan sehingga akan diperoleh pemahaman yang komprehensif dan faktual terhadap fenomena yang diteliti. Dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif, maka data yang di dapat akan lebih lengkap, lebih mendalam, kredibel, dan bermakna sehingga tujuan penelitian dapat dicapai Sugiono(2009:181). Adapun tujuan penilitian deskriptif kualitatif adalah untuk menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada di dalam masyarakat ataupun organisasi yang menjadi objek penelitian dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda gambar tentang kondisi, situasi fenomena tertentu Bungin(2008:68).

B.     Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Pekanbaru tepatnya pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil(disdukcapil) Pekanbaru. Pemilihan lokasi penelitian ini berdasar pada pertimbangan bahwa DisdukCapil Pekanbaru merupakan bagian dari perangkat penyelenggaraan pemerintahan daerah yang memegang peranan penting terhadap terselenggaranya Pelayanan Prima kepada Masyarakat Pekanbaru. Disamping itu, dengan adanya pemberian kewenangan kepada daerah Kabupaten/Kota secara luas dan nyata, maka pemerintah daerah dituntut untuk berupaya memberdayakan potensi yang dimiliki birokrasidinas kependudukan dan Catatan sipil Pekanbaru, terutama dalam pelaksanaan fungsinya.

C.       Jenis dan Sumber Data
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari Kantor Dinas kependudukan dan Catatan Sipil Kota Pekanbaru yang berhubungan dengan penelitian ini meliputi :
1.      Data Struktur Organisasi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Pekanbaru.
2.      Data Tugas pokok dan Fungsi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Pekanbaru.
3.      Daftar Remunerasi Pegawai Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Pekanbaru.
4.      Kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Pekanbaru.
5.      Hasil Wawancara yang dilakukan oleh media dan diinformasikan melalui media elektronik.

D.       Teknik Pengumpulan Data
Sumber dan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini disesuaikan dengan fokus dan tujuan penelitian. Sesuai dengan fokus penelitian, maka yang dijadikan sumber data dan teknik pengumpulan data adalah seluruh pegawai di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (DisdukCapil) Pekanbaru  yang berstatus sebagai PNS, dan para pelanggan sebagai stakeholder yang merasakan manfaat pelayanan pegawai di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (DisdukCapil) Kota Pekanbaru.



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Daftar Remunerasi PNS di Disdukcapil Kota Pekanbaru
Berdasarkan Peraturan Walikota Pekanbaru No. 4 Tahun 2009 tentang Pemberian Tambahan Penghasilan Berdasarkan Prestasi Kerja (TPPK) Kepada Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemkot Pekanbaru Tahun 2009. Penerapan sistem pemberian TPPK sesuai beban tugas dan tanggung jawabnya.Pemberian TPPK yang diberikan per bulan ini juga dikaitkan dengan disiplin PNS. PNS yang tidak hadir berdasarkan daftar hadir sebanyak 1 kali tanpa keterangan di kenakan pemotongan TPPK sebesar 1,5 %.
Berikut Tabelnya :
Tabel TPPK Pekanbaru

Sedangkan untuk PNS di lingkungan Provinsi Riau juga menerima tunjangan yang disebut Tunjangan Beban Kerja.Khusus untuk gol III dan IV dipotong PPh 15 %.
Berikut tabelnya:
B.     Tugas Pokok dan Fungsi DisdukCapil
Sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pembentukan Susunan Organisasi, Kedudukan dan Tugas Pokok Dinas di Lingkungan Pemerintah Kota Pekanbaru,tugas pokok Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Pekanbaru adalah melaksanakan sebahagian urusan Pemerintah Kota Pekanbaru di bidang Kependudukan dan Pencatatan Sipil.
Dengan rincian tugas antara lain:
1.      Merumuskan kebijakan teknis dalam bidang pendaftaran penduduk, pencatatan sipil dan pengelolaan informasi administrasi kependudukan.
  1. Menyelenggarakan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang pendaftaran penduduk, pencatatan sipil dan informasi administrasi kependudukan.
  2. Membina dan melaksanakan tugas pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil.
  3. Menyelenggarakan urusan penatausahaan dinas.
  4. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh pimpinan sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Pekanbaru mempunyai fungsi sebagai berikut:
  1. Perumusan kebijakan teknis di bidang kependudukan dan pencatatan sipil
  2. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum
  3. Penyusunan rencana kerja, pemantauan dan evaluasi
  4. Pembinaan dan pelaporan
  5. Penyelenggaraan urusan penatausahaan dinas
  6. Pelaksanaan tugas-tugas lain
C.     Struktur Organisasi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Pekanbaru
Dalam struktur ini dapat dilihat pegawai atau aparatur-aparatur yang memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan tingkat jabatannya masing-masing.Struktur organisasi dapat dilihat sebagai berikut.














D.    Peran Remunerasi pada kinerja pegawai di Disdukcapil Kota Pekanbaru
Pembuatan KTP SIAK online di Pekanbaru bisa dibilang tak seragam. Tak ada aturan pasti, kapan waktu paling lama pembuatan sebuah  KTP. Jika ada yang bisa mendapatkannya dua pekan, dia termasuk beruntung. Tapi kebanyakan harus menunggu sebulan, bahkan lebih. Dengan sedikit emosi, Rinaldi datang ke kantor Unit Pelayanan Teknis (UPT) Disdukcapil di Kantor Camat Tampan, belum lama ini. Ia datang untuk kembali memastikan KTP yang diurusnya apakah sudah selesai.
Tanda terima pengurusan KTP dia serahkan kepada staf Disdukcapil yang berada di Kantor Camat Tampan.Lama mencari, staf tersebut mengatakan bahwa KTP belum siap. “Tak ada pak. Coba datang lagi besok,” saran si pegawai.Kontan saja Rinaldi, warga Jalan Marsan Selatan, Kecamatan Tampan ini meradang.
Sudah dua bulan saya buat KTP kok belum juga selesai. Ke mana saya dapat menanyakan masalah ini,? kesalnya karena sudah berkali-kali datang hanya untuk menanyakan KTP birunya.
Sang staf pun lalu menganjurkan warga Panam itu untuk menjumpai Khaidir di aula Kantor Camat Tampan. Di sana ditemuilah Khaidir. Diserahkannya bukti pengurusan KTP kepada pegawai Disdukcapil itu.
Lama Khaidir melihat tanda serah terima itu. Tak sabar Rinaldi bertanya lagi.“Kenapa belum siap juga Pak Khaidir. Ini sudah dua bulan,” tanya Rinaldi.
PNS Disdukcapil itu lalu menyerahkan kertas kecil itu ke staf yang lain. “Nanti dia datang jam setengah dua belas,” kilah Kaidir diceritakan Rinaldi.
Rinaldi mulai mengurus KTP SIAK online di Kantor Camat Tampan tertanggal 2/3/2012.Dalam bukti pengurusan KTP, ditulis tanggal selesai pada 2/4/2012.Tapi, hingga sekarang, Rinaldi belum bisa memperoleh KTPnya.
“Kalau tahu seperti ini lebih baik buat KTP sama calo saja. Bayar Rp200 sampai Rp500 ribu bisa selesai dalam satu pekan,” kesalnya.
Dia berharap Wali Kota Pekanbaru Firdaus MT dapat turun ke lapangan melihat hal ini.Namun setelah mengetahui masalahnya, segeralah dicari solusinya.“Baiknya wali kota merasakan juga apa yang dirasakan masyarakat.Itulah sebaik-baiknya wali kota pilihan rakyat itu,” harapnya.
Hal ini menandakan bahwa kinerja pegawai Disdukcapil belum maksimal, mereka melupakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pegawai di Disdukcapil. Kinerja Pegawai dalam hal Ketepatan waktu, yaitu dapat menyelesaikan pada waktu yang telah ditetapkan serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas yang lain. Efektivitas pemanfaatan secara maksimal sumber daya yang ada pada organisasi untuk meningkatkan keuntungan dan mengurangi kerugian belum dapat terealisasi pengurusan KTP yang maksimal 14 hari kerja dapat terselesaikan menjadi berbulan-bulan yang tidak ada kepastian terselesaikannya KTP masyarakat.Tunjangan remunerasi yang diterima bertujuan untuk meningkatkan produktifitas kerja sesuai dengan teori yang ada karena dengan adanya remunerasi maka tingkat penghasilan pegawai mengalami peningkatan sehingga mereka seharusnya lebih produktif dalam artian dalam memberikan pelayanan kepada masayrakat harus lebih terbarukan artinya lebih bagus daripada sebelumnya.
Nasib serupa juga dirasakan Ani, warga Jalan Pesisir, Kecamatan Rumbai. Ia  mengeluhkan lambatnya pelayanan yang diberikan petugas UPT karena dirinya sudah satu bulan lamanya membuat KTP, namun tidak kunjung selesai. Belum lagi  di kelurahan dikenakan biaya Rp10 ribu dan dibagian pendaftaran kantor camat dikenakan uang sukarela sebesar Rp10 ribu.
“Setelah dibagian pendaftaraan sangka saya tidak bayar lagi. Ternyata saat  penyerahan blanko rupanya diminta  Rp13 ribu, pada waktu itu saya sodorkan uang Rp15 ribu, ternyata petugas tidak ada kembaliannya, maka uang Rp15 ribu juga tidak dikembalikan sisanya. Ya sudah lah, yang penting selesai,” ucapnya.
Hal serupa juga terjadi pada Riandi (29) warga kelurahan rejosari Tenayan Raya. Untuk mengurusi akte kelahiran anaknya harus menunggu hingga enam bulan. Padahal dia mengikuti prosedur supaya tidak dikenakan denda akibat keterlambatan. ”Banyak alasannya. Tahun lalu saya urus akte anak saya sampai lebih setengah tahun. Alasannya akte kosong dan lain sebagainya. Kita maunya tepat waktu makanya diurus cepat, tapi jika seperti ini siapa yang dirugikan.Memang luar biasa,”terangnya.
Ini artinya pengurusan KTP, KK dan pegurusan lainnya, selain memerlukan proses yang panjang dan waktu yang lama juga masih terdapat pungutan-pungutan yang tidak seharusnya terjadi. Sesuai dengan hasil temuan KPK bahwa Pengurusan pembuatan Kartu Tanda Penduduk ( KTP) bisa mencapai tiga bulan dapat membuktikan predikat pelayanan publik buruk yang disampaikan dari hasil survei KPK tidak hisapan jempol.
M Noer: Hanya Pungut Sesuai Perda Menyikapi keluhan masyarakat yang menyebutkan untuk mendapatkan KK dan KTP harus membayar tiap meja, Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kota Pekanbaru Drs H M Noer MBS mengatakan hal itu bukanlah menjadi tanggung jawab pihaknya. Karena sesuai ketentuan, Disdukcapil hanya memungut biaya sesuai yang tercantum pada Perda nomor 2/2012 hasil revisi Perda nomor 5/2006.
“Jika ada pungutan yang dilakukan diluar ke tentuan Perda, maka ini tidak menjadi urusan kita.Karena Disdukcapil sesuai ketentuan, untuk pengurusan KK biaya yang dikenakan kepada masyarakat hanya sebesar Rp15 ribu.Sementara untuk KTP perlembarnya sebesar Rp13 ribu, biaya yang kita pungut ini sudah sesuai dengan perda nomor 5/2006.Kalau Perda nomor 2 tahun 2012, tentu biayanya lebih besar lagi, satu lembar KK itu Rp20 ribu,” terangnya.
Terkait biaya yang harus dibayar masyarakat di Kantor Lurah sebesar Rp15 ribu dan Rp20 di bagian penerimaan berkas di kantor camat, kalau memang masyarakat merasa tidak rela mengapa harus dibayar. Toh kata M Noer, petugas yang tempat masyarakat bertanya juga menyebutkan suka rela saja.
“Artinya kalau masyarakat merasa tidak rela untuk membayar mengapa harus dibayar.Kalau merasa rela membayar tidak perlu lagi untuk dikeluhkankan, karena masyarakatnya sendiri yang mau memberikan.Kita dari Disdukcapil hanya memungut biaya hanya yang sesuai dengan Perda saja,”ujarnya.
Pernyataan dari Kepala Dinas Disdukcapil ini memberikan gambaran bahwa kesalahan pelayanan tidak hanya terletak pada pegawai tetapi juga dilakukan oleh masyarakat yang melakukan pembayaran yang tidak sesuai dengan ketentuan.Sebenarnya mengenai masalah uang atau pembiayaan dalam pengurusan KTP, KK atau sejenisnya seharusnya dicantumkan sesuai dengan peraturan yang ada dan pungutan yang tidak sesuai seharusnya harus ditindak lanjuti karena tidak semua masyarakat mengetahui biaya yang semestinya dikeluarkan. Yang masyarakat tahu pelayanan harus prima dalam artian ketika mereka mengurus KTP, mereka mengingkan proses penyelesainnya cepat dan sesuai dengan apa yang mereka bukan sebaliknya proses pembuatan KTP yang sangat panjang dan lama mengharuskan mereka mencari jalan lain untuk penyelesaian cepat sehingga mereka mengeluarkan uang dalam jumlah besar kepada para calo ataupun aparat sendiri. Mereka lebih memilih membayar kepada calo bukan tanpa alasan karena mereka ingin urusannya cepat selesai meskipun harus mengeluarkan biaya. Hal ini tidak akan terjadi apabila  pegawai Disdukcapil memberikan pelayanan yang cepat dan tepat tidak berbelit-belit dan menyusahkan masyarakat.
Salah satu tujuan diterapkannya remunerasi berbasis kinerja yaitu untuk meningkatkan kinerja dan motivasi kerja serta mengubah pelayanan dari pemerintah yang dilayani menjadi pemerintah yang melayani dalam artian bahwa fenomena-fenomena yang terjadi dimasa lalu diubah menjadi lebih baik lagi karena  setiap pegawai berlomba-lomba untuk memperbaiki kinerjanya sehingga dapat memperoleh remunerasi ini artinya ketika pegawai berlomba-lomba memperbaiki kinerjanya maka pelayanannya yarakat menjadi lebih baik lagi akan tetapi kenyataannya sama sekali tidak memberikan perubahan yang signifikan meskipun kinerja pegawai Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil ini telah mendapat teguran langsung dari Wali Kota akan tetapi mereka selalu memberikan laporan bahwa tidak ada keluhan dari masyarakat.
Jika dinilai dari kinerja pegawai maka pegawai yang ada di lingkunga dinas kependudukan dan pencatatan sipil kota Pekanbaru belum memenuhi keenam kriteria penilaian kinerja pegawai hal tersebut dapat dilihat dengan,
1.    Kualitas, hasil pekerjaan yang dilakukan mendekati sempurna atau memenuhi tujuan yang diharapkan dari pekerjaan tersebut. Pegawai di Disdukcapil belum bisa memenuhi tujuan yang diharapkan hal ini dapat dilihat banyaknya keluhan masyarakat.
2.    Kuantitas, jumlah yang dihasilkan atau jumlah aktivitas yang dapat diselesaikan. Melihat jumlah aktivitas yang terselesaikan oleh pegawai di lingkungan disdukcapil belum maksimal hal ini dapat dilihat dengan adanya temuan KPK yang berarti bahwa didisdukcapil aktivitasnya belum sebanyak gaji yang diterimanya.
3.    Ketepatan waktu, yaitu dapat menyelesaikan pada waktu yang telah ditetapkan serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas yang lain. Efektivitas pemanfaatan secara maksimal sumber daya yang ada pada organisasi untuk meningkatkan keuntungan dan mengurangi kerugian. Hal ini yang membuat masyarakat merasakan tidak idealnya kinerja pegawai sehingga setiap urusan yang mereka urus tidak bisa terselesaikan dengan waktu yang singkat sehingga dalam pengurusan di Disdukcapil sangat memerlukan waktu yang lama sehingga masyarakat harus mengabaikan pekerjaanya ketika mengurus di Disdukcapil
4.    Kemandirian, yaitu dapat melaksanakan kerja tanpa bantuan guna menghindari hasil yang merugikan. Manidiri dalam Disdukcapil telah diaplikasikan dalam hal melaksanakan tugas tanpa bantuan akan tetapi hasilnya merugikan masyarakat karena proses yang berbelit-belit dan hasil yang kadang kala tidak sesuai dengan keingan masyarakat.
5.    Komitmen kerja, yaitu komitmen kerja antara pegawai dengan organisasinya. Ini telah dijalankan oleh disdukcapil
6.    Tanggung jawab pegawai terhadap organisasinya. Pegawai-pegawai didisdukcapil bertanggung jawab kepada organisasinya meskipun memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan harapan.
BAB V
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Berdasarkan berbagai uraian mengenai gambaran peran remunerasi berbasis kinerja yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
                           (1)       Program remunerasi belum dapat meningkatkan kinerja pegawai di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Pekanbaru disebabkan karena kurangnya kesadaran dari Pegawai.
                           (2)       Ketidakberhasilan remunerasi berbasisi kinerja dalam mengubah pelayanan pegawai kepada masyarakat.
                           (3)       Pegawai disdukcapil belum memberikan pelayanan yang sesuai dengan kriteria meskipun telah menerima tunjangan atau remunerasi
                           (4)       Masih banyak keluhan masyarakat terhadap proses pengurusan KTP,KK, dan sejenisnya.
                           (5)       Belum adanya kedisiplinan pegawai.

B.     Saran
Dari hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan data sekunder dapat dikatakan bahwa dalam penerapan birokrasi pengawasan harus terus berjalan dan perlu diadakan peninjauan ulang dalam pemberian remunerasi dengan menitiberatkan pada hasil kerja pegawai yang sebenarnya.Monitoring harus dilakukan secara berkala bukan hanya satu kali dalam penerapan remunerasi sehingga pegawai tidak hanya memperoleh tunjangan tanpa harus memberikan pelayanan yang bagus kepada masyarakat.Perlu adanya sanksi yang tegas yang diberlakukan sehingga pegawai dapat meningkatkan kinerjanya dan berfokus melayani masyarakat.